Kau tegakkan
raga sekuat tenaga
Kau tancapkan
bara asa yang menelusup dalam rongga
Hati meradang,
otak mengikis, kaki tanganpun menjerit
Meminta
kepastian asa yang begitu rumit
Entah, asa itu
datang berlalu lalang
Namun secepat
kilat pergi menghilang
Dasar nasib
jelek si pemuda pincang
Kaki tersayat
tetap saja malang
Pelita Tuhan
tak sempat kau rebut
Berkeliling
meminta-minta secara urut
Dasar nasib
jelek si pemuda jalanan
Tak bisa makan
kau dustakan nikmat Tuhan
Asa tak sempat
kau gapai
Pendidikan utama
kau abai
Raga yang kau
banggakan usai
Kini hanya
tersisa rumbai-rumbai
Hayat sejati
kau ubah menjadi kelabu
Ruang ekspresi
kau tutup dengan topeng lusuhmu
Kau buat kelabu
baju barumu
Tengadah tangan
di setiap celah kaca pintu
Seruanmu tak
lagi diragukan
Pandangan mata
iba selalu jadi penantian
Terlalu
harmonis jika semesta mengizinkan
Namun nyatanya
hidupmu kelabu tanpa nyaman
Ulfah Aini
Purbalingga, 28 Januari 2019