Senin, 05 Juni 2017

Serumit Sebuah Simpul

Roda kuputar berlawan arah
Tak semudah yang kukira
Rasa itu tetap singgah
Meski masa telah berubah
Ahh...degup jantung itu tetap terdengar
Nafas itu masih menghampiri
Bayangan itu kian menepi
Memasuki alam bawah sadarku kini
Berjuta rasa lain kutanyakan
Mengapa satu rasa itu datang sedang lainnya menghilang?

Kutatap cermin berdebu
Jemariku mulai merabanya
Lusuh terasa seketika kutiup
Bayangan itu muncul dalam cermin kerinduan
Sesosok raja hatiku tampak merintih
Seulas kisah kita terekam kembali
Memori itu mengecam kembali
Saat hati ini menciut
Saat hati ini penuh penyesalan
Saat hati ini tak berdaya

Terulang kembali...
Seketika kafan membalut tubuh sang raja
Lisanku kelu ragaku kaku
Timbunan air mata mendesakku ingin keluar
Aku tak sanggup lagi merasakan semua itu
Ingin rasanya kugantikan tubuhnya dengan tubuhku
Agar simpul senyum itu terurai lagi
Agar belaian itu terasa lagi
Agar petuah itu terucap lagi

Kuawali takbirotul Ikhrom
Kuakhiri salam
Bisikan dzikir ini selalu ada
Setelah mata ini memandangnya
Wajah berseri tersenyum bak jiwa pemberani
Mengingatkanku dalam sebuah petuah bijak
"Hidupilah hidup, jangan mau diperbudak hidup"

-UNN 06.06.17-

Kejadian di atas terjadi 2 tahun silam, Sabtu, 13 Juni 2015. Puisi di atas kupersembahkan untuk Raja Hatiku yang kini telah tersenyum di alam keabadian. Semoga Allah selalu melindunginya. Jujur, aku selalu merindukannya.